PILARISASI TOLERANSI DALAM MODERASI BERAGAMA SEBAGAI IDENTITAS UMAT ISLAM

PILARISASI TOLERANSI DALAM MODERASI BERAGAMA SEBAGAI IDENTITAS UMAT ISLAM

A. Konsep Pilarisasi Toleransi dalam Moderasi Beragama

Pilarisasi Toleransi merupakan gabungan dari kata Pilarisasi dan toleransi. Pilarisasi sendiri berasal dari kata pilar dengan imbuhan –isasi. Di dalam KBBI[1], pilar berarti tiang penguat, dasar, atau tiang berbentuk silinder yang berfungsi untuk penyangga. Sedangkan imbuhan –isasi berasal dari –isatie bahasa Belanda atau –ization bahasa Inggris yang berarti suatu proses[2].

            Toleransi sendiri merupakan hal yang sudah tak asing bagi kita. Secara etimologi, istilah toleransi berasal dari Bahasa Latin, “tolerare” yang berarti sabar terhadap sesuatu[3]. Sedangkan secara terminologi, toleransi adalah sikap saling menghargai, menghormati, dan menyampaikan pendapat, pandangan, dan kepercayaan kepada sesama manusia yang bertentangan dengan diri sendiri[4]. Sehingga jika pilarisasi dipadu-padankan dengan toleransi akan merujuk pada suatu proses pemfondasian atau penanaman paham tentang sikap toleransi. Penanaman paham tentang sikap toleransi rupanya telah ditekankan oleh Allah SWT yang tertuang pada ayat terakhir surat Al Kafirun yang artinya:

لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِࣖ

“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.” (Q.S. AL Kafirun:06)

            Pilarisasi toleransi sendiri merujuk pada sebuah pemahaman bahwa sikap toleransi harus ditanamkan sedini mungkin sebagai salah satu bentuk kesadaran atas keragaman yang ada di bumi pertiwi. sejalan dengan perintah allah SWT dalam Al-Quran surah Al-Hujurat ayat 13, yang berbunyi :

يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ اِنَّا خَلَقْنٰكُمْ مِّنْ ذَكَرٍ وَّاُنْثٰى وَجَعَلْنٰكُمْ شُعُوْبًا وَّقَبَاۤىِٕلَ لِتَعَارَفُوْا ۚ اِنَّ اَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللّٰهِ اَتْقٰىكُمْ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَلِيْمٌ خَبِيْرٌ 

“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan. Kemudian, kami menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.” (Q.S. Al hujurat:13)

            Tentu saja hal ini dikuatkan dengan perilaku yang diajarkan oleh Rasulullah SAW tentang sikap toleransi. Beliau pu bersabda :

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قِيلَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَيُّ اْلأَدْيَانِ أَحَبُّ إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata; ditanyakan kepada Rasulullah SAW: “’Agama manakah yang paling dicintai oleh Allah? Maka beliau bersabda: ‘Al-Hanifiyyah As-Samhah (yang lurus lagi toleran)’.” (HR Bukhari).

            Sedangkan moderasi berasal dari kata moderat. Moderat sendiri merupakan kata sifat yang berasal dari kata moderation, yang bermakna tidak berlebih-lebihan, sedang atau pertengahan. Dalam bahasa Indonesia, kata ini kemudian diserap menjadi moderasi, yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) didefinisikan sebagai pengurangan kekerasan, atau penghindaran keekstriman. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia juga dijelaskan tentang kata moderasi yang berasal dari bahasa Latin moderâtio, yang berarti kesedangan (tidak kelebihan dan tidak kekurangan). Maka, ketika kata moderasi disandingkan dengan kata beragama, menjadi moderasi beragama, istilah tersebut merujuk pada sikap mengurangi kekerasan, atau menghindari keekstreman dalam praktik beragama.

            Dalam moderasi beragama, terdapat empat pilar utama yang harus dipahami oleh umat islam, yaitu: komitmen kepada nilai kebangsaan, menjaga toleransi, anti kekerasan, dan menjaga kearifan lokal. Salah satu diantaranya adalah menjaga toleransi. Namun, pada kenyataannya kesadaran akan pentingnya menjaga toleransi sebagai salah satu instrumen penguat moderasi beragama sering terabaikan. Inilah yang menjadikan pilarisasi toleransi penting, terlebih untuk keberlangsungan moderasi beragama di Nusantara tercinta. Karena, nilai-nilai yang terkandung dalam toleransi dapat menopang penuh tujuan – tujuan moderasi beragama tersebut. Sebagai contoh, saling menghargainya antar umat beragama yang tercermin dari kebiasaan-kebiasaan umat islam nusantara, seperti: memberikan makanan kepada tetangganya yang beragama katolik. Hal ini selaras dengan firman Allah SWT, yaitu :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا تُحِلُّوا۟ شَعَٰٓئِرَ ٱللَّهِ وَلَا ٱلشَّهْرَ ٱلْحَرَامَ وَلَا ٱلْهَدْىَ وَلَا ٱلْقَلَٰٓئِدَ وَلَآ ءَآمِّينَ ٱلْبَيْتَ ٱلْحَرَامَ يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّن رَّبِّهِمْ وَرِضْوَٰنًا ۚ وَإِذَا حَلَلْتُمْ فَٱصْطَادُوا۟ ۚ وَلَا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَـَٔانُ قَوْمٍ أَن صَدُّوكُمْ عَنِ ٱلْمَسْجِدِ ٱلْحَرَامِ أَن تَعْتَدُوا۟ ۘ وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْبِرِّ وَٱلتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا تَعَاوَنُوا۟ عَلَى ٱلْإِثْمِ وَٱلْعُدْوَٰنِ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۖ إِنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلْعِقَابِ

            Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi’ar-syi’ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keridhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” (Q.S. Al-Maidah:02)

            Atau pun mengucapkan selamat hari raya natal kepada umat kristiani, meskipun banyak perbedaan pendapat tentang hal ini. Didasari oleh firman Allah SWT

Dalam Al Qur’an surat Maryam ayat yang ke 33

وَالسَّلٰمُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُّ وَيَوْمَ اَمُوْتُ وَيَوْمَ اُبْعَثُ حَيًّا

            Allah SWT mengabadikan doa Nabi Isa AS yang artinya “Dan keselamatan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali”. Ayat tersebut membahas mengenai ucapan selamat.

            Mengenai ayat tersebut, Prof Dr Quraish Shihab dalam tafsir Al Misbah halaman 443-445 menyatakan dua pandangannya mengenai mengucapkan selamat hari Natal kepada umat Kristiyani. Pertama, pandangan ulama yang melarangnya karena esensi aqidah. Dimana pemahaman tentang Isa AS sangat berbeda antara aqidah umat Islam dengan aqidah umat Kristiani. Sehingga supaya tidak terjadi pengkaburan akidah maka sebagian ulama melarang mengucapkan selamat Natal oleh umat Islam kepada umat Kristiani.

            Dengan kata lain memberikan ucapan selamat tersebut dapat menodai aqidah seorang Muslim. Karena pemahaman terhadap Isa AS secara teologis berbeda sekali antara Islam dan Kristen. Sehingga ketika seorang muslim memberikan ucapan selamat Natal sama dengan menyetujui bahwa Isa AS adalah anak Tuhan bukan sebagai Nabi seperti dalam keyakinan umat Islam.

            Pandangan yang kedua adalah sebagian ulama lainnya tidak melarang umat Islam mengucapkan selamat Natal. Dengan catatan selama hal itu tidak berpotensi mengganggu aqidah seorang Muslim, dan dilakukan dalam kerangka menjaga keharmonisan hubungan antar umat beragama.

            Prof Quraish Shihab menyimpulkan bahwa boleh mengucapkan selamat hari raya kepada pemeluk agama lain sepanjang hal itu dilakukan dengan arif dan bijaksana serta tidak ada potensi untuk menodai aqidah seorang muslim.

            sehingga terbukti bahwa usaha pilarisasi toleransi memiliki keterkaitan dengan moderasi beragama. Tak hanya sebatas keterkaitan, usaha pilarisasi toleransi juga dapat menjadi instrumen penting untuk keberhasilan moderasi beragama.

  

B. Pilarisasi Toleransi sebagai identitas Umat Islam

https://drive.google.com/drive/folders/1H8S_c1Fp5KpUaQ4re0jihC1ipTLvZuTG?usp=drive_linkKata “identitas” berasal dari kata identity berarti ciri-ciri, tanda – tanda, atau jati diri yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain. Seseorang atau sesuatu dapat kita kenal dengan mudah jika seseorang itu memiliki ciri khas pada dirinya, baik itu dari sifatnya yang lucu sehingga kita selalu tertawa dengan tingkah lakunya, ataupun dari wajah yang indah sehingga kita selalu teringat dalam mimpi akan wajahnya. (Rifa, 2021)

            Sedangkan yang dimaksud Identitas dari umat Islam adalah menyeimbangkan antara kehidupan material dengan spiritual (immateri). Identitas umat islam adalah berbudaya dan telah mampu membudayakan diri, keluarga, masyarakat, bangsa dan negaranya kepada budaya yang sesuai dengan kemanusiaan secara rasional. Faktor immaterial yang dimaksudkan adalah nilai-nilai spiritual. Nilai spiritual itu adalah kredo yaitu suatu keyakinan yang mesti ada pada manusia Islam bahwa manakala ia gagal atau tidak menemukan solusinya, maka ia meyakini adanya suatu kekuatan yang lebih dahsyat diluar dirinya. Itulah Dia Allah Azza wa Jalla. Allah pencipta semua yang maujud ini. Sehingga mereka butuh kepada sesuatu yang berada diluar diri dan kemampuannya. Islam mengenalnya dengan ungkapan iman, akidah, keyakinan atau tauhid.

            Disinilah konsep dan korelasi dari pilarisasi toleransi dalam moderasi beragama terjadi. Dengan pemahaman dan cara pandang islam, pilarisasi toleransi dapat diterjemahkan dengan baik. Bahkan terdapat nilai – nilai lebih yang muncul akibat perkawinan antara dua hal tersebut.

            Agama islam sendiri mengajarkan tentang rahmatan lil ‘alamin ( kasih sayang bagi seluruh umat manusia). Islam tidak membenarkan ada diskriminasi karena perbedaan agama, suku, ras, dan bangsa. Itu tidak boleh dijadikan alasan untuk saling berpecah belah. Seorang muslim patut mempercayai, bahwa seluruh umat manusia adalah keturunan Adam. Adam diciptakan dari tanah. Perbedaan suku, bangsa, dan warna kulit, adalah bagian dari tanda-tanda kekuasaan dan kebijaksanaan Allah, dalam menciptakan dan mengatur makhluk-Nya. (ramadani, 2023)

            Islam adalah Agama yang Universal. Konsep Islam Rahmatan lil ‘Alamin mencoba memberikan gambaran pada semua orang bahwa Islam adalah agama yang senantiasa memudahkan dan mengasihi para pemeluknya. Hal ini juga menggaris bawahi konsep bahwa semua makhluk akan sama di mata Allah, dengan jutaan latar belakang yang berbeda. Satu yang bisa membedakan hamba Allah di sisi-Nya adalah keimanannya.

Oleh karena itu Allah SWT menegaskan hal demikian dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 22:

وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِلْعَالِمِينَ

Artinya: “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasa kalian dan warna kulit kalian. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.”

            Maka, yang dimaksud dengan Islam Rahmatan lil’alamin adalah Islam yang kehadirannya di tengah kehidupan masyarakat mampu mewujudkan kedamaian dan kasih sayang bagi manusia maupun alam.

 

            Khairan Muhammad Arif dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, mengungkapkan dalam penelitiannya yang berjudul Islam Rahmatan Lil ‘Alamin dalam Perspektif Sosial dan Budaya, makna Rahmatan lil ‘Alamin yakni ajaran Islam bersifat universal, global dan menyeluruh untuk semua manusia di dunia. (Arif, -)

            Rahmatan lil ‘Alamin juga menetapkan bahwa Islam adalah agama dan syariat yang penuh dengan kasih sayang, cinta, persaudaraan dan kedamaian. Islam tidak pernah mengajarkan permusuhan dan kebencian, islam tidak memiliki ajaran dan syariat destruktif dan kejahatan, bahkan sebaliknya semua ajaran dan syariat Islam bertujuan untuk melahirkan dan mewujudkan maslahat abadi bagi manusia. Ajaran ini selaras dengan paham dari sikap – sikap toleransi dalam moderasi beragama. Sehingga pilarisasi toleransi dalam moderasi amat diperlukan untuk menjadi bagian dari identitas umat islam.

Link Downlod Artikel

Share this post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *